Kamis, 11 Desember 2014

Seputar Tugu Muda - Pemetaan tata ruang kota mungkin memang sudah tidak bisa diajak kompromi lagi dengan sejarah. Atas nama investasi dan dinamika kota, gebyar kapitalis terus menggerus jejak histori masa lalu. Basahan salah satunya. Tak seperti namanya, kampung yang diapit oleh dua gedung gagah setingkat Hotel Novotel dan Semarang Theater ini terlihat kering tanpa geliat kehidupan. Kampung kecil dengan panjang sekitar 70 meter dan lebar 1.5 meter itu kini hanya menyisakan sumur tua yang masih kerap digunakan para pemulung dan gelandangan untuk membersihkan diri.

Menurut informasi, sejak tahun 2005 kampung yang terletak di Kelurahan Sekayu Semarang Tengah atau Jalan Bodjong (sekarang Jalan Pemuda) tersebut hanya tinggal tersisa dua kepala keluarga dan seorang pemulung yang sering tidur di emperan toko. Namanya mbah Baito, beliau merupakan penduduk asli Kampung Basahan yang rumahnya telah dibeli investor namun tetap bertahan di kampung yang juga digunakan sebagai jalan pintas antara Jalan Pemuda dan Jalan Piere Tendean ini. Kakek sebatangkara tersebut adalah generasi terakhir Kampung Basahan.

Pertemuan Jl. Pemuda (Bodjong) & Jl. Piere Tendean (Karang Tengah).
 Awal mula Kampung Basahan sendiri berasal dari seorang ulama penyebar Islam bernama Kiai Basah Sentot, beliau merupakan murid Sunan Kalijaga yang bersama sejumlah muridnya kemudian mendirikan gubug-gubung dan menjadi perkampungan. Dalam perkembangannya, jalan utama yang berada di selatan atau tembusan gang kampung itu dulu bernama Bodjong. Di sepanjang jalan itulah dulu terdapat pusat kesenian bernama Kamarhola (kemudian berubah jadi Greece). Seluruh aktivitas kesenian Kota Semarang ada di situ mulai dari pementasan wayang sampai pertunjukan bioskop. Namun kenangan hanyalah tinggal kenangan, agaknya kepentingan ekonomi lebih berbicara di kota yang juga memiliki visi menjadi wilayah perdagangan dan jasa yang berbudaya ini.
(Andika Sakti/STM/14)


Sumber foto: https://www.facebook.com/photo.php?fbid=10205031861105782&set=oa.295635913882450&type=1
Seputar Tugu Muda - Satu kuliner lagi yang wajib untuk dicicipi saat mengunjungi kota Semarang. Makanan ini banyak ditemui di kawasan Tugu Muda. Makanan yang terdiri dari irisan lontong dan mie kuning yang direbus dengan cara unik ini diberi nama Mie Kopyok. Ya, makanan khas ini bisa disajikan saat sarapan ataupun santap malam Konco-Konco. Dengan tambahan irisan bawang goreng yang renyah dan gurih ditambah dengan taburan daun seledri nan wangi plus kerupuk gendar. Sangat nikmat dan enak ketika disajikan selagi masih hangat.


Harga yang dijual oleh pedagang relatif murah dengan kisaran harga mulai dari 8.000 rupiah-an. Kuahnya yang segar ditambah dengan sambal kacang yang menambah kekhasan makanan ini cukup menarik para pengunjung untuk mencicipinya. Bukan sekedar kenyang saat menikmati mie kopyok, namun rasa khas masakan nusantara di dalamnya akan menambah rasa cinta Konco-Konco pada makanan tradisional Indonesia. Mie kopyok dapat anda temukan di sekitar jalan Pemuda, daerah belakang gedung Lawang Sewu. Berminat untuk mencobanya? Segera mampir ke Tugu Muda Semarang ya!
(Ratih/STM/14)